6  Author Yourself: Masterpiece in Progress

Kuliah 13 - Personal Leadership Development

Author

Jonathan Wiguna

Published

December 8, 2025

6.1 Pengantar

Ini adalah hasil dari latihan “Author Yourself”—sebuah proses menggali pengalaman masa lalu, mengidentifikasi pola naratif, dan merancang masa depan sebagai misi yang bermakna.

Assignment ini terdiri dari tiga tahap: 1. Audit Narasi - Menggali momen-momen kunci dalam “karir” (pengalaman akademik dan magang) 2. Hero’s Journey - Merancang masa depan sebagai quest naratif 3. Meja Redaksi - Menulis ulang narasi yang membatasi

7 TAHAP I: AUDIT NARASI

7.1 Adegan-Adegan Kunci

7.1.1 🏆 Titik Puncak (High Point)

Momen: Presentasi Final Magang Kerja Praktek

Minggu terakhir magang, saya presentasikan sistem yang saya design selama 2 bulan ke stakeholder. Biasanya presentasi teknis penuh jargon dan stakeholder sering bingung. Tapi kali ini, saya sengaja simplify semua—pakai analogi sederhana, hindari istilah teknis yang njelimet.

Hasilnya? Stakeholder yang biasanya cuma nod-nod sambil bingung, kali ini actually engage. Ada yang tanya, ada yang kasih feedback konkret, ada yang bilang “Oh gitu toh, jadi lebih jelas sekarang.”

Insight: Komunikasi yang efektif bukan tentang seberapa pintar kita kedengarannya, tapi seberapa jelas orang lain menangkap maksud kita.

7.1.2 💔 Titik Terendah (Low Point)

Momen: Stuck 6 Jam di Bug yang Sama

Semester 5, tengah malam, deadline project besok pagi. Semua teman udah tidur. Saya masih di depan laptop, mata merah, kepala pusing, tapi kode masih error.

Yang bikin worse: ini bukan bug yang sulit. Tapi karena exhausted dan brain fog, saya ga bisa think clearly. Saya coba solution A, B, C—semua gagal. Akhirnya give up jam 4 pagi dan tidur dengan perasaan defeated.

Besoknya, dengan kepala fresh, saya fix bug itu dalam 10 menit.

Lesson: Saya terrible at managing energy. Saya push sampai burnout, padahal kadang yang dibutuhkan itu istirahat, bukan kerja lebih keras.

7.1.3 🔄 Titik Balik (Turning Point)

Momen: Diterima SBMPTN ITB setelah Ditolak SNMPTN

(Cerita lengkap ada di UTS-3)

Yang bikin ini turning point bukan cuma “lolos ITB”, tapi saya belajar bahwa failure bukan akhir. SNMPTN rejection bisa bikin saya give up. Tapi saya tetap try—dan it worked out.

Sejak saat itu, approach saya ke challenge berubah: dari “kalau gagal, berarti saya ga bisa” jadi “kalau gagal, try again dengan approach berbeda.”

7.1.4 🧩 Ingatan Masa Kecil Awal

Momen: Main Lego Sendirian (Umur ~6 tahun)

Saya punya set Lego kecil—bukan set fancy dengan instruksi, cuma brick-brick random. Saya spent hours bikin “rumah” yang sebenernya lebih mirip abstract sculpture.

Yang paling jelas: saya happy banget main sendiri. Ga butuh teman, ga butuh supervision. Cukup saya, Lego, dan imajinasi.

Insight: Early sign bahwa saya introvert yang nyaman dengan solitary activities—dan mungkin juga early sign bahwa saya suka building systems.

7.1.5 ⚠️ Tantangan Besar (Major Challenge)

Momen: Group Project dengan Tim yang Ghost

Classic nightmare: group project semester 6, dari 5 orang cuma 2 yang contribute. Yang 3 sisanya? Ghost.

Saya awalnya try diplomat—reminder halus, offer bantuan. Tapi at some point: they’re not gonna do anything. So I had to choose: let it fail atau take over and do most of it myself.

Saya pilih option 2. Exhausting? Ya. Unfair? Absolutely.

Learning: Kadang dalam team, kamu ga bisa rely on everyone. Kamu harus adaptasi dan carry the load when needed. Also, be more selective tentang siapa yang saya mau kerja bareng.

7.1.6 ✨ Kesuksesan Besar (Major Success)

Momen: Redesign Reporting System di Magang

Perusahaan punya reporting system yang super clunky. User complain terus karena susah navigate. Saya dikasih task untuk redesign.

Hasil: redesign yang jauh lebih clean. User bisa find data dengan 3 clicks instead of 10. Feedback overwhelmingly positive. Manager consider implement design saya ke production.

What made this meaningful: Ini proof bahwa saya bisa solve real-world problems dengan user-centered approach. Dan itu confidence boost yang besar.

7.2 Analisis Naratif

7.2.1 Penebusan vs. Kontaminasi

Pola dominan: Penebusan

Hampir semua cerita bergerak dari buruk ke baik atau challenge ke learning: - Bug 6 jam → Learning tentang energy management - SNMPTN rejection → SBMPTN success
- Ghost teammates → Learning tentang adaptability

Insight: Saya cenderung frame experiences sebagai growth opportunities, even when they suck.

7.2.2 Agensi vs. Pasivitas

Mixed, tapi lebih ke Agensi

  • Agensi tinggi: SBMPTN (choice to keep trying), Magang redesign (proactive), Group project (decision to carry load)
  • Pasivitas: Bug stuck (feeling helpless), Early memory (no real agency yet)

Insight: When I have agency, I feel fulfilled. Situations where things happen to me adalah yang bikin frustrated.

7.2.3 Persekutuan vs. Isolasi

Mixed, dengan preference ke Isolasi

  • Persekutuan: Magang (kolaborasi dengan stakeholders)
  • Isolasi: Main Lego sendiri, stuck tengah malam sendiri

Insight: Saya comfortable working alone, tapi recognize value dari collaboration when it’s effective. Bad collaboration worse daripada solo.

7.3 Deteksi Nilai Inti

7.3.1 Pada Titik Puncak & Kesuksesan:

  1. Clarity/Kesederhanaan - Simplify complexity jadi understandable
  2. Problem-Solving - Solve real user pain points
  3. Effectiveness - Hasil yang work, bukan tampil pintar

7.3.2 Pada Titik Terendah & Tantangan:

Bug 6 jam: - Nilai dilanggar: Balance & Sustainability - Core value: Work-rest equilibrium

Ghost teammates: - Nilai dilanggar: Equity & Shared responsibility
- Core value: Fairness & effective collaboration

SNMPTN rejection: - Nilai dilanggar: Certainty & Control - Core value: Resilience & Adaptability

7.4 Blueprint Kepemimpinan Saya

7.4.1 Nilai-Nilai Inti:

  1. Clarity & Simplicity - Make complex things understandable
  2. Resilience - Bounce back from setbacks
  3. Effectiveness over Appearance - Results > looking smart
  4. Balance & Sustainability - Work smart, not just hard
  5. Adaptability - Adjust when plans don’t work

7.4.2 Tema Naratif Dominan:

Penebusan dengan Agensi

Cerita saya consistently about overcoming challenges through deliberate action. Even ketika things go wrong, saya tidak stuck di victim mentality—saya find ways to adapt and grow.

Namun, ada pola: saya cenderung push too hard dan sometimes carry too much burden sendiri. Need untuk better boundaries & energy management.

7.4.3 Kekuatan Naratif:

  1. Resilience - Bangkit dari rejection & challenges
  2. Problem-Solving Mindset - Redesign systems, simplify jargon
  3. Self-Awareness - Recognize introversion & energy issues
  4. Adaptability - Adjust approach when plans fail
  5. User-Centered Thinking - Focus on understanding, not ego

Blueprint Summary:

Saya adalah problem solver introvert yang thrive pada clarity and effectiveness. Kekuatan: resilience dan kemampuan simplify complexity. Challenge: tendency to push too hard dan kurang manage energy. Moving forward: develop better balance dan boundaries tanpa kehilangan drive untuk solve problems.

8 TAHAP II: HERO’S JOURNEY

8.1 Quest: Becoming Effective AND Sustainable

Misi: Menjadi seseorang yang effective dan sustainable—bisa deliver results tanpa burnout, bisa lead tanpa sacrificing well-being.

8.1.1 1️⃣ Dunia Biasa (The Ordinary World)

Saat ini:

Saya mahasiswa semester 7 yang competent tapi chronically stressed. Saya bisa solve problems, deliver projects, communicate effectively—tapi semuanya dengan cost: exhaustion, distraction, mental fatigue.

Pattern: work hard → burnout → barely recover → repeat.

Default mode: “Hustle harder” even when clearly not working.

8.1.2 2️⃣ Panggilan Bertualang (The Call to Adventure)

Ide yang muncul:

“What if effectiveness bukan tentang working harder, tapi tentang working with less friction?”

Panggilan muncul setelah: - Bug 6 jam yang solved dalam 10 menit setelah rest - Magang yang show simplicity = effectiveness - Semester 7 realization: “Kalau terus kayak gini, ga survive sampai wisuda”

The call: Transition dari “work harder” ke “work smarter & sustainably”.

8.1.3 3️⃣ Penolakan Panggilan (Refusal of the Call)

Ketakutan:

“Kalau slow down, saya akan tertinggal.”

Deep fear: being relaxed = being lazy. Grew up dengan belief bahwa “success = suffering”. Kalau ga struggle, berarti ga trying hard enough.

Plus imposter syndrome: “Kalau ga push myself, saya akan exposed sebagai not that smart.”

Dan: saya ga tahu caranya. How to be effective tanpa exhausting yourself? Feels contradictory.

8.1.4 4️⃣ Melewati Ambang Batas (Crossing the Threshold)

Langkah pertama:

Decision: Starting semester 8, commit untuk experiment dengan sustainable productivity: - Max 6 jam productive work/day (instead of 10-12) - Mandatory breaks every 90 menit - Say “no” to 2 commitments yang ga align - Track energy levels, not just tasks

Point of no return: Ketika actually decline opportunity yang “prestigious tapi exhausting”—proving saya serious tentang change.

8.1.5 5️⃣ Ujian, Sekutu, dan Musuh

Tests (Challenges): - Deadline ketat yang tempt revert ke hustle - Peer pressure dari yang “grind 24/7” - Internal guilt ketika rest

Allies: - Tools: Time-blocking, Pomodoro, energy journal - People: Teman yang value balance - Concepts: Parkinson’s Law, Deep Work

Enemies: - Inner Critic: “Kamu lazy” voice - Distraction: Jump task ke task - Culture: Glorify burnout as badge

8.1.6 6️⃣ Ujian Berat (The Ordeal)

Krisis:

Mid-semester 8: Major project + skripsi proposal defense dalam 1 minggu yang sama.

Old me: panic, all-nighters, coffee overdose.

Challenge: Can I deliver both without reverting to destructive patterns?

The ordeal: High-stakes dengan new rules (max 6 jam/day, breaks). Testing whether “sustainable productivity” actually works under pressure.

Failure point: Kalau fail, conclude “hustle is the only way” dan abandon quest.

8.1.7 7️⃣ Kembali dengan Eliksir (Return with the Elixir)

Kalau berhasil:

Eliksir #1: Proof of Concept Evidence bahwa sustainable approach works even under pressure. Share dengan peers yang struggling.

Eliksir #2: Refined Framework Personal productivity system yang tested dan proven—bukan just theory.

Eliksir #3: Identity Shift Dari “Competent but burnt out” jadi “Effective AND sustainable”. New version yang bisa dimodel untuk others.

Sharing: - Write reflection (blog/LinkedIn) - Share framework dengan juniors - Model behavior: show it’s possible

9 TAHAP III: MEJA REDAKSI

9.2 Refleksi: Siapa Saya Sebenarnya?

Momen berkilau reveal:

  1. Saya bukan “orang yang ga bisa fokus”—saya fokus secara selektif

  2. Distraction bukan enemy—distraction adalah signal something is off

  3. Saya punya capacity untuk sustained effort—proven multiple times

  4. “The Jumper” paling lemah ketika:

    • Well-rested
    • Goal jelas dan meaningful
    • Ada accountability

  5. Root problem bukan attention span—root problem adalah energy management dan meaning alignment

Kesimpulan:

Saya adalah strategic problem solver yang butuh meaningful challenges dan sustainable energy management. Ketika conditions right, saya deliver. Ketika wrong (exhausted, meaningless), “The Jumper” takes over as self-protection.

9.3 Action Plan: Tomorrow

9.3.1 1. Morning Energy Check-in (5 menit)

  • “Energy level 1-10?”
  • “Kalau di bawah 7, adjust apa?”

9.3.2 2. One Focused Block (90 menit)

Pick satu meaningful task, eliminate distraction, focus.

When “The Jumper” whispers: Acknowledge, tapi stay committed.

9.3.3 3. Scheduled Break (Non-negotiable)

After focused block: 15-20 menit break. Walk, stretch, anything except screen.

9.3.4 4. Decline One Thing

Find satu commitment yang not aligned, politely decline.

9.3.5 5. Evening Reflection (3 menit)

  • “When did ‘The Jumper’ show up?”
  • “When did I resist successfully?”
  • “What made focus easier/harder?”

Why these work:

Small enough untuk doable, tapi significant enough untuk shift narrative. Setiap small win adalah evidence against old limiting story.

After 7 days, saya akan punya proof bahwa new narrative bukan wishful thinking—it’s reality in progress.

9.4 Penutup: The Narrative Continues

Ini bukan akhir cerita. Ini adalah conscious authoring dari bab berikutnya.

Key insights: - Vulnerability adalah kekuatan, bukan kelemahan - Energy management lebih penting dari time management - Meaningful engagement beats forcing focus - Sustainable effectiveness is possible

Portfolio ini adalah work in progress. Begitu juga dengan saya.

“We are the stories we tell ourselves. Choose your narrative wisely.”